Selasa, 16 November 2010

berdansa bersama iblis di bawah sinar rembulan

Sore itu setelah letih berkerja, kehujanan... sayangnya saya tak bisa menikmati hujan kali ini, lagi dalam kondisi kerja nebeng mobil boss pula. Jadi menikmati hujannya hanya sebentar bersamaan dengan pesan pendek yang masuk dari yang terkasih :D. Hujan kali itu jauh lebih deras dari hujan beberapa waktu lalu ketika saat tertidur jauh lebih pulas dari tidur biasanya. setelah menghabiskan waktu lumayan lama berhadapan dengan pelayan toko yang sudah sangat tua, ia lebih banyak mendapat makian dari si boss karena kepikunannya.

Bajuku lumayan basah dan sangat segar rasanya setelah kena air hujan. Perjalanna pulang di suguhi pemandangan yang membosankan, luapan air dari drainase menyelimuti jalan, semakin tahun semakin meninggi tinggkat banjir, munculnya titik anjir baru. Macet sudah pasti, emosi sudah pasti, waktu terbuang sudah pasti, hilang kesabaran. Memutar otak untuk mencari jalan lain yang bebas banjir, namu semua kepala tertuju pada jalan yang sama dan mengakibatkan kepadatan yang luar BIASA....  Menghilangnnya resapan karena rayap pengusaha perumahan menjamur dan membabi buta memperluas petak kelas, air bah dari hutan yang habis pohonya, tambang pinggiran kota yang terang-terangan menjadi rayap juga pembuat bencana. Well.... menuju kota air... dan kehancuran.

Bunyi perutku tak juga berhenti, hari memang sangat di porsir tak sesantai biasanya, setelah kembali dari libur " membolos dengan alasan sakit adalah hal yang paling tepat :p ". Sudah hampir satu minggu saya tak menginjakan di lokasi kerja dan menjadi manusia tak produktif  bermalas-malasan sepanjang hari.

Sore itu tampak melelahkan sekali buatku, setelah memangkas rambut Abah kini aku harus menghadapai 4 kepala lagi untuk di pangkas. Baru kusadari jika malam nanti itu akan ada kumandang takbir di segala penjuru surau dan toa-toa akan berkumandang melebihi iman masing-masing. Teman-teman kerjaku pun menjadi bagian antrian menagih upeti untuk keringatnya dan si boss hanya bisa diam miris menatapi angka-angka yang semakin hari semakin membengkak. Ku putuskan untuk pulang dan menggambil perlengkapanku untuk memengkas rambut, sekalian mengisi perut yang sudah berbunyi tak nyaman dari beberapa jam yang lalu.

Hujan mengguyur hampir semua permukaan bumi di kota apatis ini, setelah pulang aku nikmati minuman jahe tanpa mandi. Kumandang Takbir sudah mulai bergema dan hampir menghuni semua buana dengan takbir, sinar rembulan malam itu memang tak ada setelah mendung yang tebal tadi sore. Kini lebih ku nantikan sinar rembulan meski bulan tak nampak sedikitpun. Tangisan monster kecil di rumah membuatku inggin segera beranjak cepat dari rumah. Kini papasan dengan arak-arakan takbir di tengah jalan dan toa-toa tadi benar-benar menghujamkan kumandangnya dalan kondisi yang lesu tanpa gairah.

Kini masih ku harapkan seseorang datang di tengah cahaya rembulan, menemaniku. Ku kirimkan sebuah pesan pendek kepada seorang kawan yang tak kunjung juga di balasnya, mungkin ia tertidur lelap karena suhu yang dingin. Setelah 2 jam aku melupakannnya, menungguni balasan pesan pendek, datang juga dan sang ibblis sudah menungguku di lantai dansa, mengajakku tertawa, membuatku lupa tentang detik itu, membuatku menanggis tanpa beban. Saat mendung ini menghilang ku harap aku masih berdansa dengan sang iblis di bawah sinar rembulan.

" berdansa bersama iblis di bawah sinar rembulan " kutipan di film Dr. Dolittle

Tidak ada komentar:

Posting Komentar