Kamis, 04 November 2010

Eforia

Tersesat di sebuah hutan kecil yang buas dan menengadah berharap menemukan jalan pulang ketika labirin ini belum juga ku temukan ujungnya, botol-botol itu membuatku lupa hari dan ingatan, dan ku hisap serum penghilang ingatan, seteguk kehangatan wine membaringkanku di sebuah pinggiran sungai dan beton seukuran badan yang menopang tubuh ini tetap terjaga untuk berjam-jam ke depan. Kini di hadapkan pada sebuah pilihan kanan atau kiri, sungai atao rumput teki. Ku tatapi bulan bertabur bintang, arak-arak embun, dingin angin malam juga berkecamuh, menyetubuhi badanku hingga mengigil, kembali ku raih botol itu, ku teguk kembali bara kehangatan untuk mencairkan kebekuan tubuhku.

-0-

Malam itu ku terdampar di sebuah pinggiran sungai tepat di sebrang jalan dan warung seorang teman, ia sedang berjaga di warungnya setelah bergati dengan istrinya. Dan di sana tempatku kabur di tengah malam menemaninya berjaga dan biasanya selalu ada Beer dingin menemani kami bercerita. Tapi malam itu aku lagi inggin menjadi sendiri dan teman botol kecil, wadahku bercerita, berkeluh kesah. malam itu teman-teman yang lain tertidur lebih awal dan aku juga tak menghubungi mereka meskipun ada salah satu dari mereka yang tak tidur juga di malam setelah hujan sore tadi. Kini mulai ku lihat bintang-bintang, ku harap aku menemukan sesuatu di sana, di celah bintang-bintang. Malam itu aku hanyut dalam sebuah kegelisahan. Dia yang terkasih akan pergi meninggalkanku untuk beberapa hari, ia akan pergi berlibur seorang diri, aku teralu khawatir dan terlalu berlebihan dalam eforia katakutanku tentang hubungan ini. Aku terbakar cemburu dan hangus di telan rasa tak percaya. sesulit itu kah aku untuk percaya ? tak bisa ku jawab, ini lebih sulit dari sekedar membaca novel Paulo Coelho "ia membawaku kedalam sebuah perjalanan fitrah tentang apa itu cinta dan spiritual yang sudah mulai ku nodai dengan eforia ego yang kumiliki. Kini aku adalah iblis di antara bait-bait kata di dalam semua novel yang kupercayai melebihi kitap manapun dan dalil manapun.

-0-

Aku tak pernah tau apa ia benar-benar nyaman bersamaku, aku tak pernah tau apakah ia benar-benar baik bersamaku ?apakah ia benar-benar sama seperti apa yang kuhayalkan. Apakah ini sudah egaliter ? apakah jalinan ini sehat ? apakah aku tepat baginya ? pertanyaan itu berkecamuh di kepalaku. Berulang kali aku tertampar, berulang kali aku terkungkung dalam sebuah kenormalan ketika aku menjadi sebuah hitam pekatnya negatif. Aku tak menjadi apa yang kukatakan sebelumnya, aku terjebak dalam kepelikan, kerumitan yang aneh. Rasa tak terima ini terlalu besar rupanya. Aku putuskan untuk mengkoreksi banyak hal dariku.

-0-

Kembali pada hal yang membuat jalinan ini nyaman, kembali merenungkan semuanya. Hingga kepalaku sudah terasa berat dan dalam kondisi yang lemah, tak mampu membawa berat badanku, gontai inggin bertemu peraduan. Ku songsong badanku pada posisi duduk, kepalaku terasa berat, tenggorokanku gatal ingin muntah. Duduk dan terdiam bebrapa menit, kembali ku songsong badanku untuk berdiri, memulai langkah awal dengan pijakan kabur. Dan kusadari badanku telah ada di sebuah lantai rumah di pagi hari.

1 komentar:

  1. oh dear.
    i'm loving you just in the way you are.
    i'm loving you for all of you, every inch of you.
    it's my job to accept everything you are, wether the inside or the outside, in the past or the future.
    we fought sometimes, but it's normal.
    i'm happy when i with you.
    you're my joy, my source of happiness.
    and i'm proud to call you, l'amour de ma vie.

    BalasHapus